.jpg)
BANYUWANGI - Kasus keracunan massal yang menimpa 112 siswa MAN 1 Banyuwangi telah membuka kotak pandora mengenai standar operasional dan kelayakan sanitasi di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dapur penyedia Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Ketua Komisi IV DPRD Banyuwangi, Patemo, menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan dari Kepala Dinkes, fasilitas dapur tersebut sebelumnya dinilai kurang memenuhi sejumlah kelayakan sanitasi.
"Keterangan dari Kadinkes, ada beberapa catatan seperti ventilasi yang masih terbuka sehingga memungkinkan lalat masuk, serta tidak adanya wastafel khusus yang ada hanya kran biasa," tegas Patemo.
Temuan ini sangat mengkhawatirkan mengingat SPPG memproduksi makanan siap saji yang dikonsumsi oleh ratusan siswa. Patemo menegaskan bahwa jenis makanan siap saji memiliki potensi kerawanan lebih tinggi jika standar higienitas, peralatan, hingga distribusinya tidak betul-betul memenuhi prosedur ketat.
Insiden keracunan, yang ditandai dengan gejala diare, panas, mual, dan mulas pada siswa, menunjukkan bahwa risiko tersebut telah menjadi kenyataan.
Meski demikian, Komisi IV mengakui bahwa program MBG itu sendiri adalah program yang baik dan memiliki tujuan positif. Fokus kritik diarahkan pada aspek teknis implementasi di lapangan. Patemo menekankan perlunya evaluasi total.
“Programnya bagus, hanya teknisnya yang harus dibenahi. SPPG jangan sampai produksi jalan kalau dinyatakan belum laik. Buat apa program bagus, kalau pada akhirnya membuat anak-anak sakit,” tandasnya.
Saat ini, kepastian penyebab keracunan masih menunggu hasil laboratorium dari Labkesda, yang telah mengambil sampel makanan, rectal swab siswa, dan tes usap peralatan di SPPG.
Komisi IV menegaskan, apapun hasil Labkesda nantinya, manajemen SPPG harus segera memperbaiki seluruh catatan sanitasi yang ada. Akses yang ditutup saat sidak menunjukkan kurangnya profesionalisme dan menghalangi fungsi pengawasan yang esensial untuk menjamin kesehatan publik. (*)