.jpg)
BANYUWANGI - Kebijakan pemerintah pusat yang menurunkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi hingga 20 persen per pertengahan Oktober 2025 disambut dengan rasa lega dan optimisme di kalangan legislatif Banyuwangi.
Menurut Rani, penurunan harga pupuk ini merupakan "kabar gembira" yang diharapkan dapat secara signifikan meringankan beban operasional petani di Banyuwangi. Selama ini, tingginya biaya produksi pertanian, di mana pupuk menjadi komponen utama, kerap dikeluhkan petani dan menjadi penghalang utama peningkatan keuntungan bersih.
“Alhamdulillah kalau sekarang harga pupuk sudah turun. Artinya, ini meringankan beban petani, yang selama ini selalu mengeluh dengan tingginya biaya produksi pertanian, salah satunya pupuk,” ujar politisi PKB asal Kecamatan Kabat tersebut.
Ia menjelaskan bahwa pengurangan biaya produksi secara langsung akan berdampak pada peningkatan keuntungan bersih yang diterima petani. Dengan dukungan biaya produksi yang lebih terjangkau, petani akan memiliki motivasi lebih besar untuk meningkatkan produktivitas tanamannya.
Hal ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan individu petani tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penguatan ketahanan pangan, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Penurunan harga sebesar 20 persen ini berlaku untuk seluruh jenis pupuk bersubsidi, termasuk Urea yang turun dari Rp2.250/kg menjadi Rp1.800/kg, dan NPK yang turun dari Rp2.300/kg menjadi Rp1.840/kg.
Data menunjukkan serapan pupuk bersubsidi di Banyuwangi hingga Agustus 2025 sudah tergolong tinggi, dengan serapan Urea mencapai 60,89 persen dan NPK 71,10 persen.
Tingginya serapan ini mengindikasikan bahwa kebijakan harga baru akan segera dirasakan manfaatnya oleh mayoritas petani di lapangan. Dengan harga yang lebih murah, diharapkan alokasi yang ada dapat dimanfaatkan lebih optimal untuk periode tanam berikutnya. (*)